ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
“HERPES ZOSTER”
Oleh :
FADLI
13 14201 007
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES ) BONE
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
WATAMPONE
2013
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HERPES
ZOSTER
I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Herpes
Zoster disebut juga Shingles. Di kalangan awam populer atau lebih dikenal
dengan sebutan “Dampa” atau “Cacar Air”. Herpes Zoster merupakan infeksi virus
yang akut pada bagian dermatoma (terutama dada dan leher) dan saraf. Hal ini
menyebabkan erupsi kulit yang terasa sangat nyeri berupa lepuhan yang berisi
cairan. Herpes Zoster disebabkan oleh Virus Varicella Zoster (virus yang juga
menyebabkan Penyakit Varicella atau Cacar / Chickenpox).
Herpes
Zoster adalah penyakit setempat yang terjadi terutama pada orang tua yang khas
ditandai oleh adanya nyeri radikuler yang unilateral serta adanya erupsi
vesikuler yang terbatas pada dermatom yang di inervasi oleh serabut saraf
spinal maupun ganglion serabut saraf sensoris dari nervus cranialis.
Herpes
Zoster rupanya menggambarkan reaktivasi dari refleksi endogen yang telah
menetap dalam bentuk laten mengikuti infeksi Varicella yang telah ada
sebelumnya. Hubungan Varicella dan Herpes Zoster pertama kali ditemukan oleh
Von Gokay pada tahun 1888. ia menemukan penderita anak – anak yang dapat
terkena Varisela setelah mengalami kontak dengan individu yang mengalami
infeksi Herpes Zoster.
Implikasi
neurologik dari distribusi lesi sementara Herpes Zoster diperkenalkan oleh
Richard Bright tahun 1931 dan adanya peradangan ganglion sensoris dan saraf
spinal pertama kali diuraikan oleh Von Bareusprung pada tahun 1862. Herpes
Zoster dapat mengenai kedua jenis kelamin dan semua ras dengan frekuensi yang sama.
B. Etiologi
Herpes Zoster disebabkan oleh
Virus Varicella Zoster. Virus Varicella Zoster terdiri dari kapsid berbentuk
ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit protein –
virion yang lengkap dengan diameternya 150 – 200 nm dan hanya virion yang
terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat
dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana
Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14 – 21 hari.
C.
Patofisiologi
Pada
episode infeksi primer, virus dari luar masuk ke tubuh hospes (penerima virus).
Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes, mengadakan
multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virus
akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam
secara permanen dan bersifat laten. Infeksi hasil reaktivasi virus varicella
yang menetap di ganglion sensoris setelah infeksi chickenpox pada masa anak –
anak. Sekitar 20 % orang yang menderita Cacar akan menderita Shingles selama
hidupnya dan biasanya hanya terjadi sekali. Ketika reaktivasi virus berjalan
dari ganglion ke kulit area dermatom.
- Faktor Resiko
1. Usia lebih dari 50 tahun. Infeksi ini sering
terjadi pada usia tersebut akibat daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia
penderita Herpes Zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
2. Orang yang mengalami penurunan kekebalan
(immunocompromised) seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan
manifestasi pertama dari immunocompromised.
3. Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4. Orang dengan transplantasi organ mayor
seperti transplantasi sumsum tulang.
- Faktor Pencetus
1. Trauma atau luka.
2. Kelelahan.
3. Demam.
4. Alcohol.
5. Gangguan pencernaan.
6. Obat – obatan.
7. Sinar ultraviolet.
8. Haid.
9. Stress.
D. Tanda dan Gejala
a. Gejala Prodomal atau Kataral
1). Keluhan biasanya diawali dengan gejala
prodomal, berlangsung selama 1 – 4 hari.
2). Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam,
sakit kepala, fatige, malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin
(penekanan kulit), nyeri (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan.
3). Nyeri
bersifat segmental dan dapat berlangsung terus – menerus atau hilang timbul.
Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
4). Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa
kemerahan, sensitive terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata, kekeringan
mata, pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain – lain.
b. Gejala Erupsi
1. Timbul
erupsi kulit.
2. Kadang
terjadi limfadenopati regional.
3. Erupsi
kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang di
persarafi oleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian
tubuh. Yang tersering di daerah ganglion torakalis.
4. Lesi
dimulai dengan makula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papula – papula dan
dalam waktu 12 – 24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga
berubah menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7 – 10 hari.
Krusta dapat bertahan sampai 2 – 3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini
nyeri segmental juga menghilang.
5. Lesi
baru dapat terus muncul sampai hari ke 4, kadang – kadang sampai hari ke 7.
6. Pada
lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive
terhadap nyeri yang dialami.
c. Gejala Konvalensi
1. Erupsi
mulai mongering dan membentuk keropeng pada hari ke 5 setelsh kemunculannya.
2. Erupsi
yang luas atau menetap lebih dari 2 minggu biasanya menunjukkan bahwa sistem
kekebalan penderita tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
3. Erupsi
kulit yang berat dapat meninggalkan makula hiperpigmentasi dan jaringan parut
(pitted scar).
E. Komplikasi
1. Neuralgia Pasca Herpes Zoster (NPH) merupakan nyeri yang
tajam dan spasmodic (singkat dan tidak terus – menerus) sepanjang nervus yang
terlibat. Nyeri menetap di dermatom yang terkena setelah erupsi.
2. Herpes Zoster
menghilang, batasan waktunya adalah nyeri yang masih timbul satu bulan setelah
timbulnya erupsi kulit. Kebanyakan nyeri akan berkurang dan menghilang spontan
setelah 1 – 6 bulan
3. Gangren
superfisialis menunjukan Herpes Zoster yang berat, mengakibatkan hambatan
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
4. Komplikasi mata, antara lain : Konjungtivitis, Keratitis
Epithelial, Skleritis, Uveitis, Glaucoma Sekunder, Ptosis Paralitik,
Korioretinitis, Neuritis Optika, Iridosiklitis dan Paresis otot penggerak bola
mata.
5. Herpes Zoster
diseminata / generalisata.
6. Komplikasi
sitemik, antara lain : Endokarditis, Menigosefalitis, Paralysis saraf motorik,
Progressive Multi Focal Leukoenche Phatopathy dan Angitis Serebral
Granulomatosa disertai Hemiplegi (2 terakhir ini merupakan komplikasi herpes
zoster optalmik).
7. Syndrom Ramsay
Hunt akibat gangguan saraf fasialis dan saraf optikus dengan gejala lumpuh otot
wajah (Paralisis Fasialis), telinga berdenging, sakit kepala, gangguan
pendengaran dan mual. Kelumpuhan otot pada 1 – 5 % kasus biasanya timbul dalam
2 minggu sejak kelainan kulit muncul. Umumnya sembuh spontan.
F. Pemeriksaan
Tes
diagnostik untuk membedakan dari Impetigo, Kontak Dermatitis dan Herpes Simplex
:
1. Tzanck Smear:
mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan Herpes Zoster dan
Herpes Simplex.
2. Kultur dari cairan
vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis herpes virus.
3. Immunofluororescent :
mengidentifikasi Varicella di sel kulit.
4. Pemeriksaan histopatologik.
5. Pemerikasaan mikroskop elektron.
6. Kultur virus.
7. Identifikasi anti gen atau
asam nukleat VVZ.
8. Deteksi antibody terhadap
infeksi virus.
G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Pengobatan
topical
- Pada stadium vesikular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kaladin untuk mencegah vesikel pecah.
- Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit.
- Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari.
b. Pengobatan sistemik
Drug of choice-nya adalah acyclovir 5 x 800 mg
perhari yang dapat mengintervensi sintesis virus dan replikasinya. Selain itu
juga dapat menggunakan valasiklovir 3 x 1000 mg perhari atau famasiklovir 3 x
500 mg perhari. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan
keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau
parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca
kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic
neuralgia.
Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara – A, Vira – A)
dapat diberikan lewat infus intravena atau salep mata.
Pemberian analgetik, dalam bentuk salep misalnya capsaicin dan
lidokain.
Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan
efektif namun penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan
penyembuhan dan menekan respon immune. Biasanya mempergunakan prednisone 3 x 20
mg perhari. Setelah sembuh, dosis dapat di turunkan bertahap.
Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri
dan antihistamin diberikan untuk menyembuhkan priritus.
- Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan
seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan hubungan dengan cabang
nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi opthamologis.
Dapat diobati dengan salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus juga
dapat diberikan.
- Neuralgia Pasca Herpes zoster
Bila
nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada fase akut, maka
dapat diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya : amitriptilin 10 – 75
mg/hari atau nutriplitin dan atau pregabalin saat post herpes).
Tindak
lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan emosional merupakan bagian
terpenting perawatan
Intervensi
bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada neuralgi berat yang tidak
teratasi.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat
- Riwayat menderita penyakit cacar
- Riwayat immunocompromised (HIV/AIDS, leukimia)
- Riwayat terapi radiasi
2. Diet
3. Keluhan utama
- Nyeri
- Sensasi gatal
- Lesi kulit
- Kemerahan
- Fatige
4. Riwayat psikososial
- Kondisi psikologis pasien
- Kecemasan
- Respon pasien terhadap penyakit
5. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital
- Tes diagnostik
B. Diagnosa
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama
yang muncul adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan
adanya lesi kulit.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus dan nyeri dari lesi
herpes.
3. Resiko infeksi berhubungan
dengan kerusakan fungsi barier kulit.
C. Intervensi keperawatan
1. Nyeri
berhubungan dengan adanya lesi kulit.
Tujuan : Nyeri berkurang atau
hilang, dengan kriteria:
-
Secara
verbal klien merasa tidak nyeri
-
klien
nampak rileks.
-
TTV
normal
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8
|
-
Kaji
Intensitas lokasi dan durasi nyeri
- Observasi adanya
tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah,
menangis/meringis, perubahan TTV.
-
Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam,
& distraksi )
-
Anjurkan klien untuk memilih posisi
yang nyaman, dengan mengurangi tekanan pada lesi kulit
- Instruksikan
pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul.
-
HE ttg Penyebab nyeri dan cara
menurunkan nyeri
-
Kolaborasi pemberian valasiklovir 3 x 1000
mg perhari atau famasiklovir 3 x 500 mg perhari.
-
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai
Indikasi
|
-
Data dasar intervensi selanjutnya
-
Perubahan TTV, utamanya suhu indikasi
adanya nyeri dan infeksi.
-
Menurunkan stimulus nyeri
-
Meningkatkan pengetahuan klien
-
Penekanan yang berlebihan pada daerah
lesi kulit dapat menimbulkan nyeri.
-
Pengenalan segera meningkatkan
intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan.
-
Menurunkan rasa nyeri
-
Menghilangkan nyeri
|
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan
pruritus dan nyeri dari lesi herpes.
Tujuan: Pola tidur klien
terpenuhi, dengan kriteria:
-
Klein dapat tidur Nyenyak
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
- Kaji
pola tidur klien.
-
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
-
Atur pencahayaan di kamar tidur klien.
-
HE tetang Penyebab dengan perubahan
pola tidur pada klien
-
Kolaborasi pemberian obat tidur sesuai
indikasi
|
-
Data dasar intervensi selanjutnya
-
Meningkatkan pola tidur klien.
-
Meningkatkan pola tidur klien.
-
Meningkatkan pengetahuan klien dan hubungannya dgn perubahan tidur yg
terjadi.
-
meningkatkan waktu tidur klien
|
3. Resiko infeksi berhubungan
dengan kerusakan fungsi barier kulit.
Tujuan
: Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan terjadinya infeksi setelah mendapatkan
perawatan 2x 24 jam. Dengan kriteria:
- Tidak
terlihat adanya tanda-tanda infeksi
- TTV klien dalam
keadaan normal.
No.
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4
5.
6.
7.
8.
|
- Pantau suhu, nadi, dan sel
darah putih (SDP), sesuai indikasi.
-
- Bila vesikel pecah dan
basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres
dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit.
-
Anjurkan pasien untuk melaporkan jika terjadi demam, drainase yang berbau
busuk dan muncul pus.
- Tempatkan klien pada ruangan yang steril/
bersih
-
Pastikan Personal hygiene tetap
terjaga/ terpenuhi
- HE Tentang pentinya hidup bersih
dan cara hidup bersih
- Kolaborasi Pemberian obat
antibiotik
|
- Perubahan suhu, tanda-tanda vital serta
peningkatan sel darah putih menandakan infeksi.
-
Mencegah infeksi mikroorganisme
- Informasi yang cepat dapat membantu menuntukan
intevensi yang cepat dan tepat untuk penanganan klien.
-
Antisipasi terjadinya infeksi
-
Menjaga kebersihan klien dapat
minimalisir terjadinya infeksi
-
Meningkatkan pengetahuan klien
mengenai mamfaat hidup bersih dan caranya.
-
Mencegah terjadinya infeksi
|
Daftar Pustaka
-
Media
Aesculaplus UI. Fakultas Kedokteran 2001, ”Kapita Selekta Kedokteran ”
-
www.
HERPES ZOSTER.
CATATAN " jayalah perawat indonesia
stikes prima bone "
penulis
F A D L I
F A D L I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar